Save
Our Heritage Lewat Pantomime
oleh Nissa
Rengganis pada 17 November 2011
Nissa Rengganis
Nyasar Nyusur History
Indonesia-bukan cuma mimpi!
Hidup berawal dari mimpi! Barangkali
itu kalimat yang sudah usang di telinga kita. Tapi terkadang kata-kata itu
sangat ampuh untuk terus menjaga harapan dan mengejar mimpi yang kita miliki.
Cuma obrolan basi dan secuil mimpi di sore hari-mengawali terbentuknya
Komunitas Pantomim - digawangi oleh dua mahasiswa STSI Bandung Wanggi
Boediardjo (Pantomime) dan Irwan Nu’man (musik-terompet) yang memiliki obsesi
menelusuri Indonesia. Bosan di kampus dan malu kalau berani kandang terus.
Itulah yang mendorong mereka "nekat" jalan-jalan keliling kota-yang
rencana seluruh Indonesia. dan, bukan kota-kota imajiner.
Nyasar Nyusur History
Indonesia-begitulah nama perjalanan mereka. Perjalanan mereka bukan
sekedar untuk mencecap gemerlap kota. lebih dari itu. Mereka menyusuri
kota-kota dengan membawa pertunjukan pantomime dengan memilih bangunan-bangunan
tua menjadi latarnya. Pangung jalanan- itu yang saya tangkap dari konsep
perjalanan mereka. Aksi mereka di halaman Balai Kota Cirebon dan Alun-Alun
Kejaksan pada 30 Oktober kemarin sama sekali diluar yang saya bayangkan. Sebuah
pertunjukan dimana tidak ada panggung megah, tidak ada riuh tepuk tangan
penonton-tidak dengan baliho-baliho sponsor perjalanan-atau tiket masuk ke
dalam gedung pertunjukan. Jalanan di tiap sudut kota disulap menjadi panggung
yang sederhana dengan penampilan pantomime komedi hitam yang ceria ala J-Mack.
Simboliasasi sepatu dipilih oleh Wanggi untuk menunjukkan betapa persoalan itu
masih banyak dan menyesakkan. Aksi pantomime menjadi lebih hidup dengan suara
terompet yang menjadi magnet tersendiri. Nyanyian terompet yang dibawakan Irwan
Nu’man bukan sekedar menajdi musik pendamping, melainkan sebagai pengisi dari
kekosongan-kekosongan mimik dan gerak pantomime.
Heritage: Bukan Basa-basi
Pantomime dipilih oleh dua mahasiswa
STSI ini sebagai media untuk mengkampanyekan heritage. Hal ini bermula dari
kegelisahan mereka yang menyaksikan banyaknya bangunan-banguann bersejarah di
kota Bandung berganti wajah menjadi bangunan modern seperti factory outlet,
café n resto, hotel dan lainnya. Layaknya anak muda yang selalu bergairah-ini
pun membuat mereka ingin ambil bagian dalam pelestarian heritage. Sejauh ini,
gerakan-gerakan pelestarian hertige di Bandung pun hanya sebatas pada kegiatan
formal seperti masuknya dalam tour wisata heritage atau workshop terkait
sejarah kebudayaan Indonesia. Namun, kehadiran kelompok-kelompok muda yang ikut
dalam kampanye heritage memberi warna segar dengan mengemas beberapa event yang
lebih dekat dengan segmen anak muda semisal lomba foto banguann tua, karnaval
film, music, karnaval sepeda ontel dan salah satunya pertunjukan pantomime.
Spirit ‘street on the street”
yang dibawa oleh kelompok Pantomime asal Bandung- sudah tampil di lima
kota dan seluruhnya memusatkan pada beberapa bangunan tua sebagai bentuk
kampanye mereka atas pelestraian bangunan tua. Di Jakarta penampilan mereka di
pusatkan pada pelataran kota tua Fatahillah. Aksi mereka di Bandung
berlokasi pada tiga tempat yaitu Gedung Merdeka, Gedung Sate dan Rumah Bata
Merah. Sama halnya dengan di Yogyakarta, tanggerang dan Cirebon yang memilih
lokasi di pelataran bangunan tua seperti kantor pos besar (Yogya), alun-alun
Cirebon dan kali cisadane di Tanggerang. Beberapa lokasi yang dipilih tersebut
merupakan salah satu cara mereka untuk ikut ambil bagian dalam pelestarian
bangunan-banguan tua di berbagai kota.
Bukan saja upaya pelestarian
bangunan tua lewat kampanye heritage-nya, namun kelompok ini juga berusaha
melestarikan tradisi pantomime-dimana pantomime sendiri masih kurang popular di
Indonesia. Dengan konsep street on the street mereka berharap kehadiran
pantomime bisa membuka ruang apresiasi langsung pada penikmatnya. Karena,
sejauh ini pantomime hanya hadir dari panggung ke panggung dan gedung ke
gedung. Hal ini yang menyebabkan pertunjukan pantomime menjadi ruang yang
sunyi. Gagasan Nyasar Nyusur History Indonesia-membuka ruang-ruang baru
bagi penikmat pantomime dan memberi kemungkinan apresiasi yang intents antara
pegiat dan penikmat.
Pantomime, terompet, juru foto dan
misi heritagenya – bagi saya menjadi hidup karena spirit berproses yang dibawa
dari dua lelaki-belum rampung kuliahnya ini. Spirit berkesenian mereka
ditunjukkan dari keberaniannya menunda tugas-tugas kuliah, jalan-jalan dengan
uang ngepas, dan keberanian menyoal isu-isu global hari ini adalah titik
pencapaian atas proses mereka.
Masih banyak yang perlu di
pertanggungjawabkan dari perjalanan mereka. semisal seberapa signifikan isu
heritage yang mereka bawa-kalau sekedar tampil dengan latar bangunan-banguan
tua. alih-alih mereka terjebak dan 'latah' dengan isu global hari ini-salah
satunya heritage yang mereka kampanyekan. Tapi, terlepas dari itu- saya kira
perjalanan mereka memungkinkan membuka ruang-ruang apresiasi,
silaturahmi, berbagi dan mengamati perkembangan komunitas di tiap kota.
Itulah barangkali bentuk investasi mereka- yang jauh lebih mahal dan berharga
ketimbang bantuan dana dari para donator atau penjualan tiket pertunjukkan.
Sampai tulisan ini selesai, saya salut atas keberanian dan rasa keras kepala
mereka untuk tetap berkarya dengan kondisi (keungan) seadanya tapi tidak
menjadi apa adanya. Mungkin sprit macam ini yang perlu di adopsi oleh beberapa
komunitas di Cirebon. Bravo!
Buat dua sahabat saya: Irwan Nu’man
dan Wanggi Boediardjo
Pantomime:Nyasar Nyusur History
Indonesia edisi Cirebon 30 Oktober 2011- Halaman Balaikota dan Alun-Alun
Kejaksan
*Photograper:
- Ilman Saputra
- Muhammad Iqbal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar