Hari Pantomim Sedunia 2023 di Bandung: Perayaan Menembus Keheningan
Pusat Studi Mime Wanggi Hoed bersama Red Raws menggelar pameran poster dan arsip pertunjukan pantomim di Red Raws Center, Kota Bandung, sebulan penuh.
Penulis Dini Putri22 Maret 2023
BandungBergerak.id – Hari ini, pada setiap tanggal 22 Maret , dunia memperingatinya sebagai Hari Pantomim Sedunia. Perayaan yang di inisiasi oleh World Mime Organisation, organisasi yang berasal dari pelaku pertunjukan seni pantomim yang tersebar di 40 negara di 4 benua. Perayaan tersebut merupakan penghormatan pada pemikiran dan karya-karya Marcel Marceau , aktor pantomim Prancis yang lahir 22 Maret 1923, satu abad yang lalu. Seniman tersebut meninggal 22 September 2007 setelah lebih dari 60 tahun berkiprah menggeluti seni yang disebutnya sebagai “seni keheningan”.
Seniman pantomim di Indonesia mulai merayakan Hari Pantomim Sedunia pertama kali tahun 2011. Tahun 2023 ini, seniman Bandung turut andil memperingatinya dengan menggelar pameran poster dan arsip pertunjukkan pantomim oleh Pusat Studi Mime Wanggi Hoed bersama Red Raws di Red Raws Center, Pasar Antik Cikapundung Latai 3, Blok FC 1, Kota Bandung yang dimulai Senin (20/3/2023) hingga satu bulan ke depan.
Ada ratusan poster dan arsip pertunjukkan pantomim yang dipamerkan. Seluruhnya berjumlah 149 item poster dan arsip pertunjukkan yang dikumpulkan dari 21 wilayah di Indonesia termasuk beberapa yang berasal dari luar negeri seperti Malaysia dan Perancis.
Ketua Raws Syndicate, Wahyu Dhian mengatakan, pameran tersebut sekaligus menjadi upaya mengarsipkan perjalanan senin pantomim khususnya di Bandung. Pengarsipan sering kali terabaikan di masyarakat sehingga memori-memori yang ada mengenai suatu peristiwa menjadi terlupakan.
“Pantomim ini kan sebenarnya seni-seni yang kurang mendapatkan atensi di masyarakat, tapi pelakunya ada. Nah, temen-temen ini praktik-praktiknya itu perlu dicatatkan biar jejak rekamnya terhadap perjalanan pantomim Indonesia ini bisa diceritakan kemudian,” ujar Wahyu.
Wahyu yang juga menggeluti dunia fotografi bersama komunitasnya merasakan keterkaitan dan kesamaan dengan seni pantomim. Fotografi juga senin pantomim, menjadi media untuk mengekspresikan berbagai macam hal, termasuk kritik sosial juga alat perlawanan.
“Persamaannya mungkin ya medium ini kami jadikan sebagai alat melawan, melawan apapun lah yang menurut kami kurang berkenan. Ya akhirnya ketemu lah gitu kan pantomime dan fotografi dalam kesamaan ideologi,” ujar Wahyu.
Wanggi Hoed, seniman pantomim Bandung mengatakan, tujuan pameran tersebut sekaligus mengenalkan seni pantomim yang mengajarkan kita mengenai makna hidup sehari-hari. Pameran tersebut juga menjadi upaya mengarsipkan perkembangan seni pantomim di Indonesia, khususnya di Bandung.
“Repertoar ini hanya mengingatkan, menjembatani aktivitas-aktivitas manusia yang semakin cepat itu. Seseorang bisa terkenal dan sukses dengan cepatnya, juga bisa hancur seketika dalam waktu yang singkat oleh perilakunya sendiri,” ujar Wanggi.
Wanggi mengatakan, poster yang dipamerkan sekaligus menjadi pengingat perjalanan pantomim di Indonesia. Poster tersebut juga menjadi arsip yang berharga untuk keberlangsungan pertumbuhan seni pantomim selanjutnya.
“Poster ini kan bisa berbicara banyak ya gitu, dari segi tempat, tanggal, dan termasuk momen tadi ya, dan mungkin hanya tersimpan di file, di hardisk, di laptop, sosial media, selesai. Nah, saya coba mengawetkan itu untuk bisa diapresiasi oleh semua orang. Bahwa poster kalian bisa berbicara dan poster kalian adalah sejarah milik kalian sendiri, karena ini jejak rekam yang mungkin kalian lupa tapi pasti ada orang yang mengingatkan,” ujar Wanggi.
Beragam Acara
Ada beragam acara yang dipersiapkan mengikuti agenda pameran. Mulai dari pemutaran film dokumenter mengenai pantomim, pertunjukan seni dan diskusi, serta peluncuran buku yang mengkolaborasikan fotografi dan pantomim dalam konsep cerita. Pameran poster dan arsip dibuka pertunjukkan pantomim oleh Wangi, pembacaan dongeng oleh Ratimaya, serta penampilan musik akustik oleh Nil Saujana.
Wanggi membuka pameran dengan pertunjukkan pantomim berdurasi 60 detik yang bercerita tentang roda kehidupan yang dijalani manusia. Lewat penampilannya, ia mencoba untuk mengangkat makna dialektika kehidupan manusia yang dipenuhi pasang surut dalam 60 tahun rata-rata rentang usia manusia.
Ratimaya yang ikut meramaikan pembukaan acara dengan mendongeng kisah yang menyoroti pentingnya menjaga ekosistem hutan dan pelestarian pohon bagi keberlangsungan hidup manusia. Ia menjelaskan jika dongeng juga memiliki beberapa relevansi dengan pantomim sebagai seni pertunjukan dan juga wahana edukasi masyarakat yang manfaatnya bukan hanya ditujukan kepada anak-anak, namun bisa dinikmati pula oleh semua kalangan.
“Dari dongeng kita bisa mengajarkan kepada para pendengar gitu ya, supaya mereka bisa peka terhadap orang yang sedang berbicara, terus bisa mengolah imajinasi mereka juga, mereka bisa mendapatkan kosakata baru, mereka bisa melihat satu pergerakan dalam si dongeng itu. Jadi banyak banget poin yang bisa didapatkan ketika temen-temen itu menikmati dongeng,” ujar Ratimaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar