Oleh : Wanggi Hoed
Kehidupan dalam ruang publik seperti sebuah pertemuan bebas yang penuh
pengalaman dari publiknya sendiri, Ia sejenak melepas lelah, mengatur
nafas lalu melanjutkan perbincangan kembali hingga persaudaraan kerap
terjalin didalamnya.” - wanggi hoed -
Mendengar kata Nyusur History Indonesia, kita akan diingatkan kembali
pada bagian per-kalimat bila kita ambil per-kata dan disana memiliki
filosofi tersendiri, seperti Nyusur; seperti sebuah penyusuran pada
tempat/ruang tertentu, History; dalam bahasa Indonesia yang berarti
sejarah, suatu ilmu kesejarahan dalam hal ini edukasi ataupun
pengetahuan, dan Indonesia; sebuah negara yang akan keanekaragaman adat
dan sumber daya alam serta warisan budaya yang masih terjaga dibeberapa
pulau dan nusantara di tanah air kita yang berkebhinekaan tunggal ika
ini, dari situlah mereka menamakan dirinya dengan Nyusur History
Indonesia yang mencoba mengingatkan dan mengajak masyarakat Indonesia
(Nusantara) untuk mengenang dan melestarikan beberapa warisan budaya
yang masih tersisa dengan membuat konsep yang membuka ruang seni
silaturahmi di ruang publik, melalui pendekatan seni pertunjukan jalanan
(pantomime, musik, performance art, tari, sastra, media rekam,
rupa/lukis) dalam satu ruang bersama dan bukan sekedar menciptakan
perisitwa melainkan menghidupkan ruang yang telah hilang dari publiknya,
mereka menjadi ruang yang tersebut meraung dan bernyawa juga memberikan
pesan melalui bentuk seni pertunjukan jalanan, yang dipresentasikan
oleh masing-masing senimannya.
Mungkin ini bisa disebut sebagai Project Art Intercultural yang
melintasi berbagai ilmu disiplin seni/non seni serta lintas budaya juga
pengalaman senimannya dan selain berbagi dan mempresentasikan sebuah
karya dalam satu ruang, dimana Nyusur History Indonesia memilih ruang
pada dimensi ruang publik sebagai panggung/arena pentas untuk
menampilkan karya mereka kepada masyarakat luas, mereka juga tak jarang
sebagai fasilitator diruang yang belum pernah terjamah. Berawal dari
sekedar meluangkan waktu yang bila tak digunakan akan menjadi sia-sia
dan tak berguna. Lalu mencoba membuka-buka beberapa media cetak dan
online serta majalah-majalah juga artikel yang telah kadaluarsa juga
berita terkini dan semuanya tak didapatkan mengenai persoalan sebuah
ruang yang menjadi kebutuhan publik, entah itu taman ataupun tempat
berkumpulnya masyarakat dalam satu ruang untuk bertemu dan
bersilaturahmi
dan bercengkrama dengan bahagia dan bebas di ruang terbuka.
Nyusur History Indonesia yang merupakan program/project karya dari
Mixi Imajimimetheatre Indonesia yang memberi serta berbagi ruang untuk
masyarakat dari kalangan seni dan non seni, Nyusur History Indonesia
adalah komunitas independent yang mengajak lapisan masyarakat Indonesia
untuk bersilaturahmi lebih dekat, mengenal, mengenang, melestarikan dan
menjaga serta menyuarakan juga mengkampanyekan sejarah warisan budaya
(seni, sejarah serta budaya) dari khazanah Indonesia dan dunia, dengan
cara dan ciri individunya dalam proses berkarya pada ruang publik.
Adapun bentuk nyata dari Nyusur History Indonesia adalah membuat ruang
seni silaturahmi sejarah budaya, yang dimana sajian wisata seni
pertunjukan dan sejarah budaya (ada pertunjukan pantomime, musik,
teater, tari, rupa, media rekam) dari tradisi hingga kontemporer-an,
mereka juga menggali kembali nilai-nilai history yang
dahulu pernah ada dengan menyusuri beberapa tempat-tempat yang memiliki
nilai yang bersejarah dengan adanya kemasan seni pertunjukan dengan
konsep bebas tapi sopan dan tak ada yang bayar tetapi kebahagian hadir
ditengah-tengah aktivitas mereka.
Nyusur History Indonesia melakukan perjalanan penyusuran tersebut
dengan cara Backpacker yang mereka sebut Backpacker Nyasar Nyusur
History Indonesia, dimana menciptakan ruang publik bertemunya lapisan
masyarakat seni dan non seni, dalam hal ini mereka juga bukan sekedar
mengunjungi tempat bersejarah melainkan juga mereka menggelar seni
pertunjukan di halaman (ruang publik) tempat bersejarah tersebut, bukan
hanya menampilkan seni pertunjukan dan mengunjungi tempat yang memiliki
sejarah saja, tapi juga mereka bersilaturahmi dan berbagi serta saling
tukar informasi, menjalin komunikasi dan tali silaturahmi dan menjadikan
yang biasa saja menjadi ruang hidup dari para manusia dan penghuninya.
Nyusur History Indonesia juga melakukan kampanye universal yang mereka
serukan : “Save Our Heritage, Semoga Bukan Hanya Di Bibir Saja”
disinilah misi mereka guna sebuah penyelamatan,
mempertahankan dan melestarikan beberapa warisan budaya (world heritage)
serta warisan seni, sejarah budaya yang masih ada hingga kini.
Sudah 10 Kota di beberapa titik ruang publik di Indonesia yang telah
mereka singgahi dan melakukan perjalanan ala backpacker ke titik situs
dan tempat bersejarah juga ruang seni dan ruang urban sebagai titik
kehidupan masyarakat kini dan kesemuanya dipentaskan dengan seni
pantomime yang di inisiatori oleh Aktor Pantomime Wanggi Hoediyatno,
kota yang disinggahi tersebut antara lain: Bandung (Gedung Merdeka,
Jalan Braga, Gedung De Vries, Gedung Sate, Alun-Alun Bandung, Depan Mall
Bandung Indah Plaza, Taman DAGO, Terminal Cicaheum), Jakarta (Kota Tua
Fatahillah, Taman Ismail Marzuki, Galeri Cipta, Museum Nasional, Monumen
Nasional), Tangerang (Festival Sungai Cisadane, Alun-Alun Tangerang),
Solo (Keraton Surakarta, ISI Solo, Jalan Slamet Riyadi, Pasar
Tradisional), Yogyakarta (Titik Nol Kilometer, Malioboro, Keraton,
Museum Kepresidenan, Pantai Parang Kusumo “Gumuk Pasir”, ArtJog 2012,
Ramayana Theatre), Cirebon (Halaman Balaikota Cirebon, Alun-Alun
Kejaksan, Jalan KS Tubun “Piknik Project Studio”), Indramayu (Sanggar
Tari Topeng Mimi Rasinah), Bali (Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Batu
Monumen Bom Bali, La Pau, Gedung Kesenian Bali, Svara Semesta “Ayu
Laksmi”), Tasikmalaya (Pasar Tradisional, Gedung Kesenian Dadaha),
Sukabumi (Pantai Ujung Genteng, Pasar Tradisional).
Muncul ide untuk melakukan perjalanan itu sendiri pada tahun 2009,
yang awalnya berasal dari pola latihan pantomime seorang Wanggi di
beberapa titik ruang publik di Bandung, dari situlah Wanggi mengajak
Irwan Nu’man (pemain trumpet) mencoba untuk melakukan perjalanan ala
backpacker yang hingga terrealisasikan dengan petualangan membawa misi
pengingatan dan penyelamatan serta pelesatarian bangunan tua (cagar
budaya) melalui media seni pantomime (pertunjukan) yang tidak pernah
dilakukan oleh seniman Indonesia dengan konsep backpacker (low cost) dan
mereka mengangkat juga isu-isu publik yang mereka kunjungi saat
diperjalanan. Mereka memiliki prinsip berkarya bahwa ketika melakukan
performance bila ada dan tidak ada pentonton akan terus berjalan, karena
mereka tidak memikirkan berapa banyaknya penonton/publik yang hadir di
ruang tersebut, karena alam dan ruang
tersebutlah yang akan menciptakan ruang juga peristiwa yang dimainkan
oleh senimannya pada saat itu. Selama melakukan perjalanan tersebut
mereka juga tak jarang mendapat perlakukan yang tidak adil,
diskriminatif dan semena-mena di beberapa titik ruang publik oleh aparat
dan pihak keamanan serta oknum tertentu, dan pernah pula menjadi korban
tindak kekerasan dan kriminalitas di ruang publik, tetapi mereka
(Nyusur History Indonesia) terus melakukan perjalanan, terus menciptakan
karya, terus berbagi pengalaman yang mereka temui dalam tiap
perjalanannya, terus melanjutkan untuk menyusuri ruang-ruang publik yang
harus di beri nafas agar ada sebuah aktivitas kreatif dari publik luas
secara intens, selain dari itu pada perjalanan Nyusur History Indonesia
memiliki pengalaman yang berkesan juga sangat bangga adalah ketika
Wanggi melakukan pertunjukan pantomime di depan Gedung Merdeka dan
sempat diliput oleh TV Kabel dari Belgia dan ternyata di siarkan di 25
negara di eropa, dan disinilah dunia kesenian mendapat tempatnya sebagai
seni perubahan melalui media elektronik yang Wanggi sendiri tak
menyangkanya bahwa seni pertunjukan di jalanan (street performing art)
dengan pantomime yang di tampilkan oleh Wanggi di ruang publik menjadi
tempat pengingatan agar publiknya tidak lupa pada ruangnya sendiri dan
publiknya bebas untuk berekpres, beraktivitas memanfaatkan ruang publik
dimanapun dengan cara serta ciri dan kreativitasnya, Mengutip perkataan
Mahatma Gandhi : “Kebebasan tidak pernah dapat ditukarkan dengan harga
berapapun, Itu merupakan nafas kehidupan. Apa yang tidak akan dibayar
seseorang untuk tetap hidup?”
Bandung, 9 April 2014
Wanggi Hoediyatno, Seniman Pantomime.
Lahir di Palimanan – Cirebon, Kini Tinggal di Bandung.
Penggagas Mixi Imajimimetheatre Indonesia, Nyusur History Indonesia,
Komunis Kampus, Indonesian Mime Artist Association, Aksi Kamisan Bandung
dan tergabung di Teater Cassanova, Paguyuban Sepedah Baheula &
World Mime Organisation.
Ia juga pernah berkolaborasi dengan Syafiq Effendi Faliq, Aktor
Pantomime dari The Qum Actor (Malaysia) dan pada 2013 ia juga telah
sukses berkolaborasi bersama Kelompok Sirkus Teater Chabatz De’Entrar
dari Perancis dan melakukan pentas sirkus tour Indonesia, Timor Leste
dan Vietnam. Wanggi juga telah berpantomime selama 12 Jam Non-Stop di
Indonesian Dance Film Festival dan 6 Jam Non-Stop di Situs Penjara Bung
Karno. Melakukan Workshop Pantomime dan Therapy Tubuh di beberapa kota,
dan juga bergandengan bersama Kontras menyuarakan isu anti-kekerasan dan
HAM juga bersama Greenpeace menyuarakan isu lingkungan. Kini Ia sedang
mempersiapkan pentas pantomime pada karya selanjutnya: “Nostalgia Imaji”
yang akan di pentaskan keliling pada tahun 2014. Selain itu Ia juga
sedang mendalami yoga dan mendisiplinkan tubuh sebagai media therapy
untuk masyarakat.