Senin, 30 Mei 2011

"Nyusur Tak Pernah Usai" a film by EsaHak [Kota Cinema]


Mixi Imajimimetheatre Indonesia : "Nyusur Tak Pernah Usai"

‎Performance Pantomime to Public Indonesian, Satruday, 29 Mei 2011 from 
Mixi Imajimimetheatre Indonesia on youtube.com at "Nyusur History Indonesia", 
a film by Esa Hak dari Kota Cinema, Repertoar Mime "Nyusur Tak Pernah Usai",
Aktor :Wanggi Hoediyatno Boediardjo, Pemusik[Trumpet] Irwan Nu'man.. 
Selamat Menikmati..! 
Salam Imajinasi ! Mime = The language of Peace for Indonesia and the World.

Sabtu, 14 Mei 2011

Telusuri Sejarah Bandung Bareng Mixi Imajimimetheatre





                           Mixi Imajimimetheatre [Pantomime from Bandung, Indonesia]



Bandung, kota ini dikenal dengan segudang kreativitas anak mudanya yang tidak pernah habis. Selain itu, Bandung adalah kota yang mempunyai sejarah luar biasa, banyak bangunan-bangunan tua yang mewakili perkembangan sejarah Bandung, hal tersebut membuat Bandung dikenal dengan istilah museum arsitektur dunia. Jika kamu menggabungkan dua hal diatas, kreativitas dan sejarah, maka kamu akan bertemu dengan grup Mixi Imajimimetheatre (MI). MI adalah grup pantomim yang didirikan oleh dua pemuda kreatif Bandung yaitu Wanggi Hoediyatno dan Irwan Lukman. Wanggi adalah sang aktor pantomim atau biasa disebut pantomimer, sedangkan Irwan adalah orang yang mengiringi pertunjukan pantomim Wanggi dengan melodi indah yang keluar dari Flute atau Terompet miliknya.

Lalu apa hubungannya MI dengan dua hal yang sebelumnya telah disebutkan? kreativitas dan sejarah? MI melakukan pertunjukan pantomimnya di ruang publik bukan panggung, ruang publik yang dipilih oleh Wanggi dkk pun tidak sembarangan, yaitu ruang publik yang menyimpan banyak catatan sejarah di kota kembang ini. Sabtu lalu, tim BRDC berkesempatan untuk melihat penampilan MI di pelataran Gedung Merdeka. Dalam prakteknya sendiri, Wanggi berpantomim tidak selalu ditemani Irwan sendiri, ada Abrenk yang ikut mengiringi penampilan Wanggi dengan alat musik tradisional uniknya yang disebut Sadatana. Sada (bersuara) Tana (tanah) adalah alat musik tradisional yang berbentuk seperti guci terbuat dari tanah dan bersuara jika dipukul. Sadatana yang diduetkan dengan suara Terompet membuat penampilan Wanggi jadi makin “bersuara”, tidak bisu seperti karakter pantomim yang dimainkannya.

Pertunjukan sabtu kemarin adalah rangkaian pertunjukan yang digagas oleh Wanggi dkk dengan tema yang diusung adalah“Nyusur History Bandoeng Bebarengan”, dimana Gedung Merdeka adalah salah satu “panggung” terbuka Wanggi diantara tempat-tempat bersejarah lainnya di Bandung. Ada Rumah Bata Merah di jalan Braga, kemudian Gedung De Vries yang masih dekat dengan Gedung Merdeka, semua tempat tersebut menjadi panggung Wanggi sekaligus sarana untuk menyebarkan misi MI yang ingin lebih memperkenalkan bangunan-bangunan bersejarah tersebut pada khalayak ramai yang kebetulan berjalan melewatinya.

Dari tahun 2007 Wanggi dan Irwan mendirikan MI dengan misi yang terbilang cukup asing di telinga pemuda jaman sekarang. Mereka hanya ingin generasi muda yang menjadi generasi penerus bangsa ini tidak melupakan warisan budaya yang ditinggalkan para leluhur mereka. Save Heritage adalah motto yang selalu disuarakan Wanggi dkk di setiap pertunjukan pantomimnya. Berharap semoga bangunan-bangunan bersejarah di Bandung dapat terus dilestarikan dan masyarakat luas khususnya para generasi muda tidak hanya sekedar tahu saja, tapi juga tahu sejarah dan seluk beluk setiap bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Bandung.

Wanggi mengakui, menampilkan pertunjukan pantomim di ruang publik tidak segampang yang orang kira. Imajinasi sang pantomimer diuji disini, karena para audience di ruang publik tidak se-reaktif di panggung pertunjukan yang asli. Atas dasar itulah, Wanggi menamakan grupnya Mixi Imajimimetheatre, dimana pertunjukan pantomimnya (mime) harus didasari imajinasi yang tidak terbatas. Jerih payah Wanggi dkk tidak sia-sia, beberapa bulan lalu, rekaman video pendek pertunjukan MI pernah diputar di TV kabel di Belgia, dimana Belgia adalah markas pusat dari World Mime Organisation, rekaman yang berdurasi kurang lebih empat menit itu ditayangkan ke 25 negara Eropa, tentu saja hal tersebut adalah prestasi yang membanggakan bagi Wanggi dkk dan warga Bandung pada umumnya.

Selain itu, sudah banyak media yang meliput kegiatan Wanggi dkk, salah satunya adalah Antara News, dimana salah satu wartawan foto senior Antara News yaitu Agus Bebeng yang kebetulan hadir sabtu kemarin ikut memuji penampilan Wanggi. Menurut Agus, penampilan seni di ruang publik sekarang sudah sangat jarang, kemunculan Wanggi dkk yang mengusung tema yang tidak sembarangan merupakan sebuah terobosan baru yang harus terus dilestarikan di dunia seni. Di Eropa sendiri seniman-seniman yang mentas di ruang publik sudah menjadi gaya hidup mereka sehari-hari, sementara di Indonesia sendiri, hal tersebut sudah menjadi sebuah mata pencaharian, yang berarti makin jarang penampilan mereka bisa disaksikan di ruang publik.

Seni peran tanpa kata, itu adalah filsafah dari seni pantomim itu sendiri, tapi penampilan pantomim Wanggi seperti memberikan sejuta kata di tiap gerakan-gerakannya. Tidak sedikit pejalan kaki yang “nyangkut” di pelataran Gedung Merdeka kemarin, ada yang diam sejenak memperhatikan penampilan Wanggi yang unik, ada yang turut serta mengambil foto, tapi tidak sedikit juga yang acuh hanya numpang lewat saja tanpa menghiraukan kenapa ada seorang pantomimer disana dan kenapa Gedung Merdeka yang dipilih sebagai tempat sang pantomimer itu berkreasi. Dengan kreativitas Wanggi dkk, kita dibantu untuk tidak melupakan sejarah kota Bandung yang diwakili oleh bangunan-bangunan tua yang banyak menyimpan cerita di dalamnya.

Wanggi dkk bertekad untuk terus berpantomim di setiap tempat-tempat bersejarah kota Bandung, sampai para penggiat kebudayaan dan seniman-seniman lain menonton pertunjukan MI dan siapa tahu, “virus” Save Heritage yang digagas Wanggi dkk dapat terus menyebar ke seluruh masyarakat yang cinta Bandung. So, apakah kita akan berdiam diri saja sebagai generasi muda yang katanya peduli pada kota tercinta ini? Atau kita bisa turut serta menyelamatkan warisan-warisan yang tak ternilai di kota ini dengan kreativitas kita masing-masing. Seperti kata Wanggi di penghujung pertunjukannya sabtu malam kemarin, Save Heritage, Bukan hanya di bibir saja! (AG-bandungreview.com)


Cek Sites : 
http://www.bandungreview.com/id/articles/index/detail/node/telusuri-sejarah-bandung-bareng-mixi-imajimimetheatre-450

Minggu, 01 Mei 2011

SAVE HERITAGE ! “SEMOGA BUKAN HANYA DI BIBIR SAJA"

                                           Mixi si Pantomime berada di antara Heritage, di Bandung

Rintik hujan yang membasahi kota kembang tak menghalangi semngat kami sekumpulan anak muda yang berkumpul di bangunan tua Gedung Merdeka. Malam ini kami memang akan mengikuti acara "Nyusur History Bandoeng Bebarengan". Sebuah acara yang di usung oleh Mixi Imajimimetheatre dan berbagai komunitas di bandung pada hari sabtu, 30 April 2011. Ada tiga titik yang menjadi tujuan kami Gedung Merdeka di Jln.Asia Afrika, Rumah Bata Merah di depan Brotherhood Jalan Braga, dan Gedung De Vries Jln.Asia Afrika, Samping Hotel Savoy Homman. Tempat-tempat tersebut kami pilih sebagai medan ekspektasi untuk kegiatan kami karena ketiga ruang tersebut mewakili sejarah panjang perkembangan kota ini.

Sejak sore hari pukul 16.00 kami memang telah berjalan menyusuri pinggiran jalan dengan titik awal Gedung Merdeka dengan membawakan sebuah reportoar Pantomime dari Mixi Imajimimetheatre dengan Aktor : saya sendiri, Wanggi Hoediyatno, dengan judul mime: "Berjalan Menepi yang tak berarti". Pantomim ini menggambarkan seseorang yang mencoba melawan arus deras globalisasi dengan berjalan menepi dan terus menepi. Saya, actor itu, membayangkan segala yang ada di sekeliling; jalanan, mobil-mobil, bagunan-bangunan dan orang-orang berpakaian modern tak ubahnya sebuah jurang menganga. Jurang industrialisasi, konsumerisme, penyebaran budaya global (globalisasi) yang tak memiliki mata hati. Meniadakan orang-orang yang tidak mengenakannya. Namun dia, kesadaran saya sebagai actor itu, mencoba melawannya dengan segenap daya. Bukan dengan menabraknya, tapi memahaminya.

Pesan yang ingin kami sampaikan dengan pertunjukan tersebut adalah; kita sebagai manusia janganlah menghindar atau takut pada apa yang telah menjadi kehendak sejarah. Zaman boleh berubah, tapi kekayaan khazanah (haritage) kita juga harus dilindungi. Kita mesti berhati-hati melaluinya, jalan globalisasi itu.

Sementara itu di Jalan Braga juga diadakan acara yang di hadiri berbagai kalangan dari bermacam bidang profesi dan minat: seniman, fotografer, musisi, paguyuban sapedah baheula [onthel] serta komunitas sepeda kampus. Mereka yang hadir, para ahli, pemerhati dan pecinta harritage saling bersilang kata menjumput segudang makna tentang masa depan heritage nanti. Saling bertukar informasi dan berbagi pengetahuan tentang segala hal demi warisan yang akan kita berikan ke generasi penerus kita.

Acara yang berakhir pada pukul 22.00, bertempat di titik ke terakhir yaitu Gedung De Vries. Hujan masih saja menguyur. Acara di tutup dengan pertunjukan pantomime lagi. Kali ini dengan judul "Sampai Disini, dan Aku Sendiri". Gedung-gedung tua, sebagaimana artefak-artefak di dalam museum, sepeda berkarat, koin-koin masalalu, semakin ditinggalkan oleh peradaban hanya dikagumi sebagai barang antik, bukan rentetan sejarahnya. Juga orang-orang yang kehilangan arah tujuan dalam hidup ini, yang menganggap segala peninggalan dimasa lalu hanya layak untuk dikenang, karena sudah ketinggalan zaman.

Ada juga orang-orang datang ke museum, mengagumi bangunan-bangunan tua dan segala peninggalan itu, tetapi sebagaimana para pejalan kaki yang tak acuh, hanya melihatnya sebagai hiburan sesaat, pengisi waktu luang, atau sebagai alat pengukur rasa gengsi biar di cap sebagai orang beradab. Setelah itu pergi dan tak peduli lagi. Sementara pemerintah hanya berbicara anggaran, tak memikirkan bagaimana merawat dengan sebenarnya; dengan menumbuhkan rasa cinta dan memiliki.

Saya dan semua kerabat Mixi Imajimime dan seluruh komunitas yang terlibat pada acara tersebut hanya bisa berharap, semoga kegiatan ini menjadi semangat baru bagi kepedulian kita semua tentang khazanah sejarah dan budaya, haritage, yang kita miliki. Tak hanya di kota Bandung, kota dengan sejuta warisan masa lalu, tetapi juga implan ke kota-kota lain di Indonesia dan diseluruh dunia. Kami mengajak seluruh masyarakat, para pejabat, pemimpin negeri, semuanya untuk turut serta dalam menyelamatkan khazanah yang kita miliki.

Hujanpun berhenti. Segala hormat bagi sejarah yang membentuk kota kami, kota Bandung. Terimakasih juga untuk seluruh hadirin. Para pecinta haritage. SAVE HERITAGE. Mengutip sebuah lagu usang; semoga penyelamatan khazanah sejarah dan budaya, HARITAGE, bukan hanya di BIBIR saja !

Penulis :
Wanggi Hoediyatno
Aktor Pantomime Bandung, tinggal di Bandung

Klik juga di : http://senimana.com/berita-177-save-haritage-bandung.html
dan di antarafoto.com : http://antarafoto.com/seni-budaya/v1304163901/pantomim