Seni Pantomim: Warisan Seni Pertunjukan Dunia
Sebelumnya penulis ingin mengingatkan pembaca tentang pertanyaan sepele tapi berkesan, seperti; coba anda berimajinasi? Sudahkah anda bahagia? Atau sudahkah anda senyum hari ini? Ketiga pertanyaan di atas sudah tidak asing lagi kita dengar di lingkungan sekitar, bahkan dari tempat satu ke tempat lainnya.
Kapan terakhir kali anda mendengar pertanyaan tersebut? Mungkin kemarin, lusa, minggu yang lalu, atau beberapa bulan sebelumnya pembaca sudah dengar pertanyaan yang sama, itu lagi, itu lagi. Ya, semua itu terdengar berulang, tapi baik untuk kita telaah di lain waktu dan lain hal.
Disini saya tidak ingin membahas perihal definisi seni pantomime dan lainnya, lebih dari itu, pembaca akan mendapatkan sesuatu dari warisan seni pertunjukan ini. Warisan yang kadang berbeda sudut pandang, bayangan dan wujudnya. Namanya juga warisan, bebas kita interpretasikan sebab warisan itu bentuk peninggalan yang bernilai, bahkan ada pula warisan yang tak bernilai atau kelam yang diwariskan pewarisnya terdahulu, juga tak semua musti diwariskan toh.
Baiknya saya akan mulai dari apa yang saya ketahui, rasakan dan nikmati sepanjang proses berkesenian saya selama ini. Dari ruang pertemuan ke pertemuan, dari tongkrongan nyata ke tongkrongan virtual hingga nimbrung ke forum santai dan serius saya kunjungi dan hadiri, itu juga kalau ngga bentrok waktunya.
Oke, mari kita mulai.
Hari Pantomim Sedunia adalah Tanda Penghormatan dan Perayaan Marcel Marceau.
Ada yang sudah tahu Hari Pantomim Sedunia dirayakan? Nah! Disini saya akan bahas sekilas sejarahnya. Pada tahun 2004, Organisasi Pantomim Dunia (World Mime Organisation) atau disingkat WMO secara resmi terdaftar sebagai organisasi non-pemerintah dan nirlaba di Serbia. Gagasan Hari Pantomim Sedunia kembali dibahas oleh Marko dan Ofer yang bertahan hingga saat ini. Siapa Marko dan Ofer? Marko Stojanovic adalah Presiden, dan Ofer Blum sebagai Wakil Presiden World Mime Organisation.
Pada tahun 2007 Marcel Marceau meninggal, Ofer dan Marko kembali ke ide mendirikan Hari Pantomim Sedunia untuk merayakan hari ketika Marceau lahir, pada tanggal 22 Maret. Keduanya terus berkomunikasi untuk merealisasikan hari tersebut yang kini kita kenal World Mime Day.
Pada bulan April 2011, Jean Bernard Laclotte telah mengirim email ke Marko Stojanovic dengan ide yang sama dan konsep yang dikembangkan dari Journée Mondiale Du Mime bahwa ia ingin menandai hari ketika Marcel Marceau meninggal. Berkat inisiatif Jean tersebut, Journée Mondiale du Mime dirayakan di beberapa negara di seluruh dunia pada tanggal 22 September 2011 (tanggal dan tahun yang sama juga diperingati di Bandung, Indonesia) diinisiasi oleh seniman pantomim Wanggi Hoed setelah mendapatkan email dari Marko Stojanovic melalui email, saat itu saya masih kuliah di STSI Bandung.
WMO mengakui Journée Mondiale du Mime 2011 sebagai Hari Mime Dunia pertama yang dirayakan dan yang kedua diadakan pada 22 Maret 2012. Walaupun keduanya di bulan yang berbeda namun mempunyai nilai dan ruh yang sama untuk mendedikasikan dan penghormatan terhadap karya-karya Marcel Marceau selama hidupnya.
Hari Pantomim Sedunia di Indonesia pertama kali diperingati di Bandung oleh Mixi Imaji Mime Theatre tahun 2011 dan diinisiasi oleh penulis setiap tahunnya. Pada tahun 2017, penulis membaca pertumbuhan kesadaran akan peringatan ini yang dirayakan di beberapa tempat atau kota, salah satunya di Jakarta dan kota lainnya. Namun beberapa tempat inkonsisten dalam pelaksanaannya, mungkin waktu, teknis atau hilang (beralihnya) si seniman penggerak dari tempat atau daerah tersebut. Apalagi di kondisi pangebluk ini aktivitas berkarya dan berkesenian harus dibarengi strategi dan siasat tertentu.
Di Indonesia sendiri, tepatnya di Bandung, Hari Pantomim sedunia telah 10 tahun diperingati sejak 2011 melalui pertemuan baik di ruang terbuka atau tertutup, dari situ bisa tampak keberagaman lintas seni budaya dan generasi berbaur merayakan. Tiap tahunnya berbeda tempat, pendekatan dan tema perayaan bahkan yang hadir pun juga dari yang tak kenal dan baru kenalan dengan seni pantomim tepat di kegiatan yang dilangsungkan. Terjadi interaksi komunalitas. Nah, pertemuan semacam ini memang menjadi agenda rutin bagi Mixi Imaji Mime Theater tiap tahunnya, semacam rasa reuni tapi bukan reunian. Apa ya namanya? Ya, semacam pertemuan intim, dekat dan akrab.
Konferensi Pantomim Dunia 2021: Pantomim Warisan Seni Pertunjukan
Penulis beberapa minggu yang lalu, tepatnya hari senin 20 Desember 2021 turut hadir di Konferensi Pantomim Dunia 2021 atas undangan memail yang dikirim oleh Marko Stojanovic selaku Presiden World Mime Organisation. World Mime Conference (Konferensi Pantomim Dunia) telah digelar sejak tahun 2018, 2019 dan 2020. Kegiatan Konferensi tersebut tahun ini sekaligus merayakan 30 tahun pendidikan pantomim NAFTA (National Academy for Theatre and Film) Sofia, Bulgaria. Konferensi digelar melalui webinar zoom meeting yang dihadiri sekitar 22 peserta dari Eropa dan Asia. Kegiatan berlangsung mengikuti waktu Paris, Berlin, Belgrade, disana pukul 14.00 waktu setempat, di Indonesia pukul 20.15 WIB, konferensi berakhir pukul 23.35 WIB. Diikuti oleh seniman pantomim, akademisi, peneliti semuanya mendedikasikan pengetahuan dan keilmuannya pada seni pantomim sebagai seni warisan pertunjukan juga peradaban manusia dari era tanpa kata hingga perkembangan teknologi digital saat ini.
Gelombang riuh geliatnya seni pantomime di masa pangebluk ini juga mendorong munculnya pembentukan Asosiasi Dosen Pantomim Indonesia (ADPI), Pantomim Jawa Timur (Pijar), Pusat Studi Mime Wanggi Hoed dan mungkin masih ada lagi lainnya yang penulis belum cek keberadaannya. Ini merupakan jembatan dari upaya baik untuk menjaga marwah ruh seni pantomim di Indonesia terhadap keberlanjutan literasi, edukasi, ekosistem dan generasi di masa depan.
Penulis meyakini bahwa lahirnya semacam asosiasi atau apapun namanya yang nantinya mungkin mampu berintegritas dan bermitra dengan lintas disiplin lain, tak ayal hal itu untuk keberlanjutan juga estafet yang selama ini dihidupi dengan kerja-kerja kebudayaan dan ekosistem yang sedang mekar bersemi dalam seni pertunjukan pantomim khususnya, dan seni panggung di Indonesia umumnya. Ssebab seni pantomim itu melintasi bahasa, budaya dan benua juga entitas yang menyeimbangi keberagaman bangsa ini.
Yang Imajinasi dan Yang Ilusi
Seni pantomim tak jauh dari kata imajinasi dan pengertian imajinasi itu sendiri adalah kemampuan daya pikir dalam membayangkan atau menciptakan gambaran kejadian berdasarkan pengalaman atas kenyataan yang secara umum dialami.
Di dalam kajian ilmu psikologi, istilah imajinasi dipakai dalam membangun persepsi dari suatu benda yang sudah terlebih dahulu diberi persepsi pengertian. Imajinasi kerap menjadi variabel dalam berbagai studi. Khususnya dalam ilmu psikologi, imajinasi diteliti dan dikaitkan dengan tujuan hidup, kesejahteraan, dan kesehatan mental.
Ada studi baru dari Asosiasi Psychological Science, yang menguji kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui atau yang disebut juga metakognisi dalam fenomena kehidupan yang ada. Dengan imajinasi, kita dapat ‘melihat’ bagaimana hal-hal yang mungkin telah atau dateng di masa depan. Hal ini mungkin tidak mengejutkan, namun, imajinasi yang kuat dapat dikaitkan dengan kreativitas. Imajinasi sangat penting untuk mengatur kehidupan sehari-hari dan membentuk sebuah persepsi.
Joel Pearson salah satu peneliti studi dari Universitas New South Wales menyebutkan bahwa imajinasi mampu membayangkan sesuatu objek dan membuat skenario setelah membayangkan adalah salah satu kemampuan dasar yang memungkinkan kita untuk berhasil memikirkan dan merencanakan peristiwa masa depan. Sudah jelas, bahwa imajinasi memberikan kontribusi yang penting untuk fungsi sehari-hari kita. Ada beberapa kasus, ketika gambaran imajinasi yang sangat tidak masuk di akal, seperti kasus halusinasi visual.
Lalu apa hubungannya imajinasi, ilusi dan kemunculan halusinasi yang penulis telusuri, ini berkaitan dengan terkontaminasinya imajinasi yang kadang bertolak dari persepsi imajinasi yang merupakan daya pikir dan kritis yang penulis sampaikan diawal tulisan, ini cukup banyak ditemui di beberapa pelaku seni pantomim dalam kekaryaannya terutama di Indonesia, bahkan lebih dominan bisa disebut ilusi dan omong kosong dalam kesehariannya. Mengapa demikian? Kita tengok kembali kata ilusi, menurut Webster Collegiate adalah sesuatu yang menipu atau menyesatkan intelektual; persepsi untuk sesuatu, yang ada sedemikian rupa untuk menimbulkan salah tafsir, dalam kasus ini terhadap penglihatan atau mata (optik). Berbeda dengan halusinasi dimana definisinya hadir atau muncul sebagai persepsi setelah melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, atau mencium sesuatu yang tidak benar-benar ada. Dan ini dapat dibuktikan dari penelitian studi Asosiasi Psychological Science.
Dan ketika kita kembali pada seni pantomim yang telah berusia tua ini, dapat dilihat bahwa seni pantomim merupakan salah satu warisan seni pertunjukan yang tak akan pernah hilang, yang didalamnya tumbuh subur dan mekar pada tubuh juga imajinasi sebagai penggerak kehidupan, kesadaran komunal dan jembatan ingatan di masyarakat yang memiliki nilai-nilai luhur kehidupan dalam perabadan manusia. Buster keaton seorang aktor, penulis dan sutradara film bisu seabad dengan Charlie Chaplin berpesan, "mereka mengatakan pantomim adalah seni yang hilang. Pantomim tidak pernah menjadi seni yang hilang dan tidak akan pernah hilang, karena itu terlalu alami untuk dilakukan."
Sampai disini penulis hanya berpesan; seni pantomim itu seni yang sunyi, heningnya mengakrabi tubuh, sepinya menyentuh riuh imaji, maka mendengarlah secukupnya, berimajinasilah secukupnya, baca dan perhatikan sekitarmu dan menulislah untuk sejarahmu sendiri. Pantomim Dimana-mana!
Bandung, 31 Desember 2021.
Wanggi Hoediyatno | Seniman Pantomim Indonesia berdomisili di Bandung.