Selasa, 28 Oktober 2025

Mixi Mime Festival 2023 : Pernyataan Pantomim, Seni Perlawanan Paling Sunyi

 

  • Berita
  • Pantomim, Seni Perlawanan paling Sunyi

Pantomim, Seni Perlawanan Paling Sunyi

Penutupan Mixi Mime Festival 2023 di Bandung berlangsung sederhana tapi meriah. Festival ini menegaskan bahwa pantomim sebagai seni milik rakyat.

Penampilan pantomim oleh Farid dari Kediri, pada Mixi Mime Festival 2023 di Layar.an Plateaus Eco Art, Awiligar, Bandung, Jumat, 17 November 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul19 November 2023


BandungBergerak.id - Masyarakat dan seni memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Keduanya saling membutuhkan dan menguntungkan. Begitu pula dengan seni pertunjukan pantomim. Sebuah seni yang identik dengan riasan wajah berwarna putih, berkoreografi tanpa suara, sunyi. Namun begitu, pantomim bisa dilihat lebih jauh lagi sebagai pilihan maupun bentuk perlawanan atau pergerakan.

Hal tersebut disampaikan Nur Iswantara, peneliti pantomim dan dosen Pendidikan Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, pada diskusi yang bertajuk “Menilik Arus Informasi dalam Peristiwa Sekitar” penutupan Mixi Mime Festival 2023 “Geger Sunya: Manusia dan Sekitarnya” di Layar.an Plateaus Eco Art, Awiligar, Bandung, Jumat, 17 November 2023.

“Mime itu adalah bahasa lapis kedua, istilah saya. Dia adalah bahasa isyarat. Nah di situlah perlu pemahaman masyarakat untuk apa sih sebetulnya mime dalam konteks masyarakat,” terang dosen ISI Yogyakarta yang akrab disapa Nurls pada sesi diskusi yang dimoderatori oleh Baharzah Martin, Ketua Garut Creative Hub.

Nurls menyebutkan, pantomime awalnya dikenal sebagai hal yang lucu, karakteristiknya yang berkomedi dan lawak. Elemen ini menjadi tahapan paling mudah yang bisa dicerna masyarakat. Namun jika menelusuri lagi sejarah pantomim di dunia, kisahnya sangat beragam. Itulah mengapa dalam konteks arus informasi, Nurls mengungkapkan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk membutuhkan pilihan, di antaranya mime (pantomim).

Penulis buku Wajah Pantomim Indonesia ini menambahkan, pengembangan pantomim berbeda-beda karakteristiknya di setiap daerah. Seperti pengembangan Pantomim di Jakarta yang dilakukan oleh Didi Petet dan Seno yang menempatkan mime untuk melanjutkan tradisi teater murni. Mime mendapat tempat sebagai bagian dari pembelajaran teater, untuk mempelajari lakon yang sangat natural.

Pantomim kini telah menyebar ke mana-mana hingga ke kota-kota kecil. Di Bandung, seniman yang konsisten dengan seni pantomime adalah Wanggi Hoed. Menurut Nurls, Wanggi Hoed hadir dengan seni pantomimnya di tengah membanjirnya arus informasi. Wanggi hadir menjembatani kebutuhan masyarakat pada seni. Hal ini gayung bersambut di kalangan akademis.

“Kepentingan dalam suatu ekspresi seni yang mana tadi saya sebut untuk hiburan, awalnya, di sisi lain masyarakat akademis membutuhkan itu. Mime itu adalah bagian penting dari latihan teater. Tapi dia bisa berdiri sendiri sebagai pertunjukan,” tambah peneliti pantomime ini.

Pada misinya ini, Nurls sedang mencoba merintis mata kuliah pantomim yang berdiri sendiri dari percabangan mata kuliah eksplorasi peran. Ia mengaku ini merupakan perjuangan sulit yang perlu dimulai dengan penelitian-penelitian.

Namun dalam konteks bahas lapis kedua dalam komunikasi, pantomim perlu dilanjutkan. Bahkan harus dilakukan penelitian sendiri lainnya untuk pantomim. Sehingga respons masyarakat dan dinamika terhadap pantomim terus berjalan.

“Yakin sajalah, selama pantomim masih dihidupi oleh senimannya, kemudian didukung dan disangga oleh masyarakatnya, baik masyarakat maupun akademis, ya dia akan tetap bertahan akan terus bisa hadir,” katanya.

Di akhir pemaparannya, Pantomim pada dasarnya diartikan sebagai gerak (panto) dan ekspresi wajah (mime). Pantomim juga dikenal menggunakan bahasa isyarat yang dikenal gaya klasik. Meski setiap seniman memiliki gayanya masing-masing dan masih terbuka ruang eksplorasi. Dan memang demikian, seperti seni lainnya, pantomim adalah seni yang terbuka terhadap penafsiran.

Makanya, ia mendukung pantomim untuk terus disebarluaskan dan dibumikan. Beberapa upayanya adalah seperti yang dilakukan seniman pantomim Wanggi Hoed yang membumikan pantomim ke masyarakat.

“Membumikan pantomim saya kira adalah sebuah upaya dari seniman pantomimnya yang secara konkret dan didukung oleh masyarakat. Tanpa itu gak akan terjadi,” tegas Nurls.

Pembicara lainnya, Iman Herdiana dari BandungBergerak.id menyebutkan bahwa Wanggi Hoed merupakan seniman yang masuk ke dalam “radar kurasi” pemberitaan media alternatif ini. Wanggi merupakan sosok seniman yang menghubungkan pantomim dengan masyarakat umum.

Wanggi dinilai tidak menempatkan pantomime di tempat yang terbatas aksesnya untuk publik, tapi hadir di jalanan dan di ruang-ruang publik, meski akibat aksinya ini ia sempat ditangkap polisi saat melakukan pertunjukan di Asia Afrika beberapa waktu lalu. Namun begitu, seni yang dilakukan oleh Wanggi dan isu yang diusungnya selarang dengan visi misi BandungBegerak.id yang menyuarakan suara dari pinggiran.

“Saya melihat pantomim ini justru kediamannya ini yang melawan. Dalam sunyi, bergerak, tanpa kata terus di jalanan untuk menyuarakan HAM, lingkungan, dan lain-lain yang berhubungan dengan masyarakat,” terang Iman saat sesi diskusi.

Dikarenakan pantomim yang terbuka akan penafsiran, dalam penulisan pertunjukan pantomim biasanya tidak masalah mencampurkannya dengan penafsiran sendiri, ditambah dengan wawancara. Sebab pantomim adalah seni yang terbuka.

Iman menegaskan bahwa Wanggi Hoed sukses membawa pantomim ke ruang publik dan membuatnya lebih merakyat.

Baca Juga:Bandung Hari Ini: Aksi Seniman Pantomim Wanggi Hoed Dihentikan Polisi
Wanggi Hoed, Melawan lewat Pantomim
Pentas Pantomim Anak-anak di Kebun Ummasa bersama Wanggi Hoed

Foto bersama usai penutupan Mixi Mime Festival 2023, di Layar.an Plateaus Eco Art, Awiligar, Bandung, Jumat, 17 November 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Foto bersama usai penutupan Mixi Mime Festival 2023, di Layar.an Plateaus Eco Art, Awiligar, Bandung, Jumat, 17 November 2023. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Musik, Pantomim, dan Orasi Budaya

Malam itu menjadi puncak Mixi Mime Festival 2023. Hujan yang turun tidak membuat kegiatan ini berhenti. Selain diskusi, acara ini dimeriahkan penampilan musik oleh Fitra Rahardjo feat. El Antilbl dan dilanjutkan pemutaran film pantomime karya Marcel Marceau yang berjudul “La Creation Du Monde” (1972).

Usai diskusi yang hangat, Ovick Rozensky dan Musisi Sendiri tampil memukau membawakan sekitar enam lagu. Ia mengakhiri penampilannya dengan sebuah lagu yang diselingi pembacaan puisi tentang kekagumannya kepada Wanggi Hoed. Wanggi Hoed diidentikkan olehnya dengan gerakan lentikan kumis, kedipan mata, dan tawa.

Lalu Farid Mime mengambil alih panggung untuk menampilkan pertunjukan pantomim. Dalam pertunjukannya, Farid merias wajahnya dengan pupur putih di tengah panggung. Lalu secara partisipatif, dua orang penontong memegangi cermin untuknya berhias. Usia berhias diri, Farid memberikan tali fiktif ala pantomim kepada tiga orang penonton. Lalu pada hitungan ketiga, tali itu ditarik. Farid jatuh, terkapar. Penampilan pantomim itu dihadiahi apresiasi tepuk tangan yang ramai.

Mixi Mime Festival ditutup dengan orasi budaya yang berjudul Cupu ‘Mime’ Nik Astagina oleh Venol, seorang seniman reak. Venol menyebut bahwa pantomim ibarat cupu manik astagina, sebuah pusaka sakti yang dikisahkan dalam cerita pewayangan.

Cupu manik astagina merupakan benda ajaib yang dimiliki oleh dewa. Venol menyebut, selain wujudnya sangat indah dan menarik, bila tutupnya dibuka orang dapat melihat segala isi jagad raya beserta peristiwa dan kejadian yang ada. Begitu pun dengan pantomim. Jika menyaksikan pertunjukannya, ia dapat menginformasikan rekaman-rekaman yang terjadi dalam ketar-ketir dan gonjang-ganjingnya hidup.

“Ketika tubuh pantomim ialah cupu manik astagina yang dapat memperlihatkan keburukan serta keindahan yang terjadi di dunia, tubuh tersebut dituntut memiliki kejujuran dan keberpihakan. Kejujuran di sini berarti tubuh seorang aktor dapat menyampaikan fenomena yang terekam apa adanya. Sehingga tubuh pantomim harus berpihak terhadap moralitas, etika, dan estitisitas manusia sejatinya. Pantomim sebagai cupu manik astagina harus sanggup melihat realitas masyarakat hari ini dalam bayang-bayang masa lalu dan masa depan,” ungkap Venol membacakan orasinya.

Usai pembacaan orasi itu, Wanggi Hoed menyampaikan terima kasih. Kegiatan festival mime militan se-Asia Tenggara, Mixi Mime Festival 2023 yang bertajuk “Geger Sunya: Manusia dan Sekitarnya” di Layar.an Plateaus Eco Art, Awiligar, Bandung itu lalu ditutup secara simbolis oleh Wanggi dengan mengetuk tiga kali pada microphone.

*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan lain tentang Wanggi Hoed

Editor: Iman Herdiana

Mixi Mime Festival 2023: Pantomim, Perlawanan, dan Festival Militan

  • Cerita
  • Mixi Mime Festival 2023: Pantomim, Perlawanan, dan Festival Militan

Mixi Mime Festival 2023: Pantomim, Perlawanan, dan Festival Militan

Seniman Wanggi Hoed kembali menggelar pameran arsip dan dokumentasi sekaligus festival pantomim Mixi Mime Festival selama sepekan mulai 11 November 2023.

Arsip seniman pantomim Indonesia dan internasional dipamerkan sebagai nyawa yang menyambung hidup kesenian pantomim tetap bertahan lintas generasi. (Ridho Danu/Bandungbergerak.id)

Penulis Ridho Danu Prasetyo14 November 2023


BandungBergerak.id – Dalam kesunyian dan keheningan, gerak tubuh dan mimik wajah menggambarkan ekspresi, emosi, dan menyalurkan suara perlawanan. Begitulah wacana idealisme pantomim sebagai seni yang kini masih terus tumbuh dan berkembang.

Sebagai sebuah kesenian yang besar dan berkembang di jalanan, pantomim berhasil menggaet militansi masyarakat yang menjadi audiensnya. Segmentasi komunitas yang hadir ini menjadi jalan bagi pantomim untuk terus hidup dan menjadi sarana ekspresi atas isu sosial dan politik yang terjadi.

Wanggi Hoed tokoh pantomim Bandung yang berdiri tegak dengan idealismenya, melalui Mixi Imaji Mime Theatre kembali menggelar Mixi Mime Festival 2023. Acara yang disebut sebagai festival pantomim militan Asia Tenggara ini menjadi wadah bagi komunitas seniman multidisiplin untuk bertemu dan berbagi pengalaman disiplinnya agar bisa saling menginspirasi.

Mixi Mime Festival pertama kali digelar pada tahun 2019 silam di Celah-Celah Langit, Ledeng, Kota Bandung dan kemudian vakum selama tiga tahun akibat pandemi. Tahun ini Mixi Mime Festival kembali hadir masih dengan semangat militansi yang sama dan mengangkat tema besar “Geger Sunya: Manusia dan Sekitarnya”. Festival ini telah dibuka secara resmi pada Sabtu, 11 November 2023 malam, di Layar.an Plateaus Eco-Art, Awiligar, Bandung.

Tema Geger Sunya sendiri diambil dari kata “Geger” yang berarti kebisingan dan keriuhan, serta kata “Sunya” yang berarti sunyi atau keheningan. Dua kata yang merupakan antidot satu sama lain, menggambarkan situasi kehidupan manusia menjelang tahun politik yang saat ini berada dalam keriuhan tak terbendung, namun juga berada dalam keheningan dan kesunyian.

Geger ini (artinya) orang-orang akan ramai di kontestasi politik. Sedangkan, Sunya adalah idiom bagi masyarakat. Para penguasa selalu riuh, tapi masyarakat itu seolah-olah diam dan tidak ada suaranya yang didengar,” jelas Wanggi.

Meskipun digelar oleh komunitas pantomim, Mixi Mime Festival 2023 juga menghadirkan disiplin kesenian lain, mulai dari tulisan, musik, hingga seni rupa. Dalam festival ini juga dapat ditemui berbagai macam acara yang menarik, seperti pertunjukan pantomim secara langsung, pameran dokumentasi dan arsip, bincang seni, lokakarya seni, pemutaran film pantomim, hingga pasar militan.

Program-program komunitas dan hadirnya penampilan seni di ruang terbuka juga menjadi langkah untuk mencapai inklusivitas agar masyarakat dari berbagai kalangan dapat ikut hadir dan belajar lebih jauh mengenai seni pertunjukan pantomim. Para pengunjung dapat mempelajari sejarah dan rekam jejak pantomim di Indonesia melalui kumpulan dokumentasi dan arsip yang tersedia di bagian pameran.

Wanggi sendiri menganggap bahwa dokumentasi dan arsip adalah salah satu nyawa terpenting dalam keberlangsungan hidup kesenian pantomim. Sejak tahun 2012, Wanggi tersadar akan pentingnya catatan dan arsip sebagai bentuk peninggalan dan jejak bagi penerus kesenian ini di masa mendatang. Wanggi menyatakan ia terinspirasi oleh maestro pantomim dunia asal Perancis, Marcel Marceau yang melalui dokumentasi dan arsipnya mampu memantik seniman-seniman baru di masa berikutnya.

Pameran arsip dan dokumentasi seni pantomim di Indonesia di Mixi Mime Festival 2023, Sabtu 11 November 2023. (Ridho Danu/Bandungbergerak.id)
Pameran arsip dan dokumentasi seni pantomim di Indonesia di Mixi Mime Festival 2023, Sabtu 11 November 2023. (Ridho Danu/Bandungbergerak.id)

Baca Juga:Peta Sunyi Seni Pantomim Bandung
Menggugat Makna dalam Diam, Cara Pantomim Mengekspresikan Trauma
Membicarakan Pantomim, Kolaborasi, dan Ruang: Kisah dari Tiga Daerah

Militansi Sebagai Nyawa Komunitas

Acara pembukaan Mixi Mime Festival tak berlangsung dengan lancar karena harus menepi akibat diguyur hujan deras. Namun, bukannya mematikan suasana perayaan, momen ini justru menjadi cara bagi Wanggi dan seniman lainnya untuk berbaur dan berinteraksi secara lebih intim dan lebih dekat dengan para militan yang ikut hadir di pembukaan tersebut.

Tak hanya sebagai acara perayaan semata, Mixi Mime Festival juga turut menggalang dukungan yang lebih besar dari ‘penggemar militan’ nya. Wanggi menjelaskan festival ini digelar tanpa disponsori oleh pihak-pihak manapun, dan hanya mengandalkan gerakan kolektif dan kolaborasi antar komunitas.

Treatment festival ini berbeda dari komunitas lain. Mixi Mime Fest ini nggak ada dana, nggak ada dukungan sebelumnya. Segala kebutuhan berasal dari kolektif militansi, dialokasikan untuk kebutuhan dengan urgensi tertentu,” jelas pria kelahiran Cirebon tersebut.

Ketika bicara soal militansi, Wanggi mengakui bahwa ada risiko tertentu. Istilah militan lekat dengan orang-orang yang memberontak, pembangkang, dan menggambarkan orang yang keluar dari koridor. Sejatinya, militansi yang dilibatkan dalam kesenian pantomim adalah idealisme militan yang tidak bisa disetir oleh pihak-pihak mana pun.

“Ini (gerakan militansi) adalah jalan tengah dari seniman dan penggemar, agar pantomim di Indonesia terus hidup dan terus menyentuh pikiran dan jiwa orang yang datang ke Mixi Mime Festival,” lanjutnya.

Idealisme dan gerakan perlawanan yang disalurkan melalui pantomim pun disalurkan juga sebagai bentuk kontrol kepada pemerintah. Meskipun, seni pantomim dalam kurasi pameran disebut sebagai seni yang dianaktirikan karena tak pernah mendapat ruang gerak yang leluasa. Berbeda dengan seni sastra ataupun musik yang selalu digelar dan dibuatkan hajatan secara mewah.

Meskipun begitu, gerak kolektif dan militansi pantomim justru menjadi peluang untuk terus menyebarkan ide dan gagasan yang dimiliki oleh seniman maupun komunitasnya. Terutama dalam kondisi masyarakat yang rawan terpecah menjelang tahun politik, pantomim dapat memainkan peran sebagai sarana ekspresi dan kontrol sosial.

Wanggi menutup wawancara dengan memberikan harapan bagi masa depan kesenian pantomim di Indonesia. Ia berharap semua seniman pantomim dapat meraih kesuksesan, sukses dalam artian kehidupannya tercukupi atas karya yang dibuat, kepuasan terhadap profesional juga tercukupi. Kata “cukup” inilah yang juga menjadi dasar bagi militansi di Mixi Mime Festival. Tak perlu berlebih, dan jangan kurang. Melainkan cukup.

Gelaran Mixi Mime Festival sendiri masih akan terus berlanjut. Pameran dan festival akan hadir selama sepekan ke depan di Layar.an Plateaus Eco-Art, Awiligar, Kota Bandung. Para pengunjung dapat menikmati sajian penampilan, pameran, belajar tentang seni pantomim, hingga berbelanja di Pasar Militan.

Mengutip dari arsip dokumen pada perayaan Hari Pantomim Sedunia pada tahun 2011 silam yang dirasa masih berkaitan dan tetap tersemat bagi seni pantomim di seluruh dunia, pantomim adalah bentuk refleksi aksi untuk menjaga silaturahmi, agar Indonesia kita ada dalam keadaan damai. Pantomim adalah Bahasa Kedamaian, Pantomime is the Language of Peace.

Editor: Ahmad Fikri

Rabu, 10 April 2024

NYUSUR HISTORY MUDIK MOVEMENT 2024

 

PRESS RILIS UNTUK DISEBARLUASKAN

NYUSUR HISTORY MUDIK MOVEMENT 13

“Mulih Ka Udik di Negeri Ironi.”

Minggu, 7 April 2024. Pukul : 16.00 WIB s/d Buka Puasa.

Titik Kumpul di Simpang Lima Asia Afrika.

Rute Nyusur :

Simpang Lima Asia Afrika - Alun-Alun Bandung - Red Raws Center (Buka Puasa Bersama)

 

Poster Nyusur History Mudik Movement ke 13 - 7 April 2024

Nyusur History Mudik Movement, gerakan kesenian milik warga yang melakukan seni mudik melintasi beragam peristiwa sosial budaya baik lokal, nasional maupun global dengan berupaya untuk terus konsisten mengingatkan dalam penyadartahuan melalui jalan seni pertunjukan berjalan menyusuri titik yang telah di sepakati. Tahun 2024 kali ini memasuki tahun ke 13, berangkat dari bentuk pengingat dan kesadaran atas fenomena mudik dan segala yang terjadi pada peristiwa kebudayaan ini.

Foto Dokumentasi : Baskara Puraga

    Nyusur History mudik movement kali ini kami melakukan perenungan melalui tema : “Mulih Ka Udik Di Negeri Ironi”, salahsatu seni pertunjukan mudik berjalan dengan gagasan tubuh-tubuh personal, tubuh-tubuh perantau, tubuh-tubuh terjebak pada ruang bising kota, tubuh-tubuh berjejal ilusi di ruang publik sesak berdesak, tubuh-tubuh bertumpuk imaji material, tubuh-tubuh yang terus mencari dimana kelak mereka menemui tubuhnya sendiri, mencari tanah lahirnya, tubuh mereka menjelma menjadi interaksi sosial bergumul dengan keramaian, tubuh budaya mudik yang terjerembab diruang polutan, tubuh-tubuh yang hendak mulih (pulang) dan mulang dengan keironian di negeri yang penuh simsalabim berjejal eksotika kepalsuan, tubuh-tubuh yang mencari hakikat selain mulih ka udik, sebab tanah dan tempat pulang hilang entah kemana, entah tergusur, menjadi beton dan lenyap dalam peradaban. Tubuh mencari pulang.

Seperti yang dilansir Rakyat Merdeka.com, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, pergerakan masyarakat di masa Lebaran menjelang mudik tahun 2024 mencapai 193 juta orang. Hal tersebut disampaikan Menhub dalam konferensi pers Mudik Lebaran, Minggu (17/3/2024). Menurut Badan Pusat Statistik melaporkan Populasi Indonesia saat ini 279.256.836 juta jiwa tertera pada Kamis, 04 April 2024. Ini sungguh angka yang bombastis dalam sejarah kabarnya dan itu dikatakan juga oleh Presiden serupa Menhub. Apakah ini bentuk prestasi, kekhawatiran, perayaan atau hanya pengelabuan dari segelintir kepentingan euforia pejabat negara dan kroninya, seakan mudik bukan pada peristiwa kebudayaannya, dan ini patut dipertanyakan dan direnungkan, walaupun peristiwa mudik tetap terjadi dan dirayakan seluruh masyarakat.

 


Foto Dokumentasi :  Red Raws Center

Tubuh budaya mudik melalui gerakan Nyusur History Mudik Movement hendak berbagi kisah tubuhnya melalui seni pertunjukan berjalan yang hadir diruang publik, sebagai penanda jaman yang sengkarut marut. Tema yang diusung tahun ini merupakan interpretasi peristiwa seni panggung seni pertunjukan berjalan dari beragam peristiwa sosial personal dan komunal. Yang seakan lupa untuk merawat segala hakikat, segala yang dimiliki pada diri, pada tubuh, jiwa dan nurani yang semakin krisis, keluputan yang terus diingatkan melalui cara dan upaya apapun untuk menemui kesadaran hidup. Percepatan yang semakin mengada-ada, membuat luput akan jeda, menepi sejenak dan menelisik makna essensi “mudik” (mulih dilik) atau pulang sebentar, seakan memaknai bahwa pulang adalah peristiwa seni kehidupan dan kebudayaan, dimana kita kembali ke asal dimana kita lahir dan menemui ari-ari akan hakikat diri, menemui kedirian dan berdialog untuk pulang pada diri, dari kesementaraan hidup yang terbatas, dan kita diajak untuk sejenak bertemu pada siapapun, termasuk pada diri.

Mudik merupakan kegiatan perantau untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan, misalnya menjelang lebaran. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, mudik boleh dikatakan sebuah tradisi yang mutlak harus dilaksanakan. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang lama tersebar di perantauan, tentu juga dengan kedua orangtua. Budaya mudik adalah suatu nilai sosial positif bagi masyarakat Indonesia, karena dengan mudik berarti masyarakat masih menjunjung nilai silaturahmi antar keluarga. Dalam mudik khususnya menjelang lebaran saat ini, bukan hanya menjadi milik ummat muslim yang akan merayakan Idul Fitri 1445 H, namun telah menjadi milik “masyarakat Indonesia”, karena pada dasarnya bersilaturahmi adalah hakikat dari kehidupan bagi siapapun.

Foto Dokumentasi : Nurul Iman Fikri

Buat semua yang hendak perjalanan Mudik. Hati-hatilah dengan semua barang bawaan anda. Jaga kesehatan dan keselamatan selama perjalanan dan selamat sampai tujuan, karena saudara dan handai taulan serta keluarga besar menantikan anda dirumah dan bagi yang tidak mudik, tetap bertahan dan merayakan Hari Raya Lebaran dengan kesederhanaan agar senantiasa bahagia menyertai kita semua. Amin.

Andalah saksi seni pertunjukan berjalan peristiwa kebudayaan mudik tahun 2024.

Selamat lebaran Hari Raya Idul Fitri 1445 H.

Minal Aidzin Wal Faidzin. Mohon Maaf Lahir Batin.

Selamat merayakan mudik semuanya. Terima kasih

.

Pusat Studi Mime Indonesia x OneSix Sauyunan , Bandung, 7 April 2024.

Selasa, 26 Maret 2024

MATI KUTUNYA PANTOMIM INDONESIA


"Semua yang hidup akan menemui kematiannya, dan itu keniscayaan."
Wanggi Hoed.

 

Turut berdukacita atas meninggalnya seni pertunjukan pantomim Indonesia, emangnya udah mati? Mungkin mati kutu, apa begitu-gitu saja, atau memang sunyi sekali kah dan tidak berdenyut lagi nafasnya? Mungkin sedang tertidur atau jeda sejenak. Itu juga bagian dari membaca pertumbuhan di jaman yang semakin cepat, sebab pantomim lahir dan hidupnya tidak secepat dan gesit bagai seni lainnya, dia tidak terburu-buru, sunyinya selalu riuh dan menghujam.

Geliatnya sih memang terasa, tapi untuk sebagian masyarakat yang dekat dengan pelaku, komunitas/kelompok, atau sanggar yang berada disekitarnya saja. Dengan hadirnya teknologi dalam genggaman kita saat ini, kita bisa dapat menemukan informasi dan literasi pertunjukan seni pantomim, walaupun masih sedikit terulas dan tertuliskan baik dalam bentuk fisiknya maupun jejak digital.

Beberapa tahun kebelakang sebelum pagebluk menyerang, saya memperhatikan beberapa pelaku pantomim terpantau bersiap dengan karya-karya pentasnya namun sebagian tertunda dan ambruk (bahkan dibatalkan) sebab diberlakukannya peraturan pemerintah (gelaran seni-budaya dihentikan.red). Sebagian komunitas/kelompok dan individu putar otak dan strateginya, namun tampak terlihat menuju ajalnya, lenyap perlahan lalu mati, sebagian lagi masih berdenyut dan bersiasat memfungsikan sosial media untuk menyebarkan karyanya melalui ruang virtual.

Penulis membaca kemungkinan akan ada kematian pantomim Indonesia di pagebluk ini, sebab tampak beberapa kelompok pesohor legendaris ataupun individu lenyap dari detak jantung kekaryaan juga sosial medianya sebagai sarana informasi bagi penikmat seni ini, bahkan banyak yang beralih untuk bertahan hidup dengan mengolah aktivitas di tempat lain. Ternyata pembacaan saya meleset! Malahan lahir ruang diskursus yang lebih intim di pertengahan tahun 2021 melalui zoom meeting sebagai ruang pertemuannya, juga ada yang memproduksi karya melalui perekaman dan pendokumentasian digital yang bisa kita apresiasi melalui platform youtube maupun instagram.

Pantomim memang (tidak) mati seutuhnya, tapi mati kutu, beruntunglah di jaman ini masih ada beberapa individu pelaku seni maupun kelompok/komunitas/sanggar yang masih terus berdaya menghidupi seni ini di tempatnya. Mati (kutu)nya pantomim di Indonesia adalah disaat para pelakunya mematikan aliran komunikasi - informasi kepada generasi selanjutnya yang sedang bergeliat, juga pada ruang yang telah di aktivasi oleh para inisiator yang (masih) ingin seni pantomim terus tumbuh dan hidup di masyarakat.

Bila kita tengok sejarah kembali, para pelopor seni pantomim juga pernah merasakan hal tersebut, Namun yang berbeda dari para pendahulu sering dimana mereka membawa cerita dari situasi yang sedang dialami pada kenyataan di jamannya. Bahwa kenyataan jaman adalah ruang bercerita dalam genggamannya bagi siapapun dan terus dikabarkan, bahkan melalui seni pertunjukan pantomim sekalipun. Karyanya berbicara dari jaman ke jaman. Dan dari  situlah seniman menjadi saksi akan perisitiwa kehidupan dimulai dari yang terdekat, dan kemudian dapat menjangkau ke berbagai tempat lainnya, untuk apa? Untuk dapat terhubung bukan saja sebuah peristiwa tersebut, namun dapat mengabarkan dengan jangkauan yang lebih luas dan menyerbar.

Nah dengan begitu seni pantomim harus melibatkan dirinya, mengabarkan, mendekatkan diri pada lintasan keilmuan lainnya, bahkan bukan hanya menyampaikan cerita dengan sekedar gerak meniru belaka, tapi lebih pada melihat kenyataan disekitarnya. Apakah itu dapat terwujud, ya mungkin saja, mari berdo’a dengan segala tindakan baik kita untuk ekosistem yang sedang tumbuh ini di khasanah seni pertunjukan yang sepertinya memang sedang tumbuh sedemikian rupa.

Sebagai penutup tulisan dari celotehan yang penuh perenungan ini, saya teringat kalimat yang diucapkan oleh Jaques Lecoq dalam tulisannya, ia dengan tepat menyatakan bahwa "pantomim tidak identik dengan mimikri, ia bukan sekedar tiruan, tetapi cara "menggenggam yang nyata", mengomunikasikan sesuatu tentangnya", tentang peristiwa yang sedang berada di jamannya, agar tidak mati kutu tiba-tiba, niscaya.

Penulis : Wanggi Hoed.

Bandung, 10 November 2022

 

Senin, 15 Mei 2023

 

Press Rilis untuk Diketahui Masyarakat.
= Imajimimetheatre Indonesia dan Nyusur History Indonesia =

Nyusur History Mudik Movement 12 - “MULIH KA JATI, MULANG KA DIRI”
Minggu, 16 April 2023. 

Titik Kumpul di Red Raws Center. Pukul : 15.00 WIB s/d Buka Puasa.
Rute Nyusur :
Red Raws Center - Simpang Lima Asia Afrika - Alun-Alun Bandung – Red Raws Center.



 

2023 Nyusur History Mudik Movement kembali lagi ke ruang masyarakat dengan tubuh budaya mudiknya, yang setiap tahun digelar, tahun ini adalah tahun ke 12 setelah 3 tahun melewati situasi pandemi. Kali ini menawarkan renungan : “MULIH KA JATI, MULANG KA DIRI”, salahsatu pertunjukan mudik jalanan dengan gagasan gerombolan tubuh-tubuh perantau mencari jalan menuju pulang, sejenak terjebak dalam ruang kerumun bising kota, tubuh-tubuh dengan bertumpuk imaji di ruang publik sesak berdesak. tubuh-tubuh terus mencari dimana kelak mereka menemui tubuhnya sendiri, mencari tanah lahirnya, tubuh mereka menjelma interaksi sosial bergumul dengan keramaian, tubuh budaya mudik terjerembab diruang bising berpolutan, tubuh dengan imaji kebingungan diantara ketidakpastian, saling silang tubuh budaya bertemu tubuh masyarakat yang keos. Tubuh budaya mudik itu berbagi kisah melalui seni pantomim hadir.

Tema yang diusung tahun ini merupakan interpretasi peristiwa seni panggung seni jalanan dari beragam peristiwa sosial personal dan komunal. Yang seakan lupa untuk merawat segala hakikat, segala yang dimiliki pada diri, pada tubuh, jiwa dan nurani yang semakin krisis, keluputan yang terus diingatkan melalui cara dan upaya apapun untuk menemui kesadaran hidup. Percepatan yang semakin mengada-ada, membuat luput akan jeda, menepi sejenak dan menelisik makna essensi mudik tersebut. Bahwa pulang adalah peristiwa seni kehidupan dimana kita kembali ke asal dimana kita lahir dan menemui hakikat diri, bercengkerama untuk pulang pada diri. Andalah saksi seni mudik tahun ini, setelah pandemi.

Mudik merupakan kegiatan perantau untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan, misalnya menjelang lebaran. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, mudik boleh dikatakan sebuah tradisi yang mutlak harus dilaksanakan. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang lama tersebar di perantauan, tentu juga dengan kedua orangtua. Budaya mudik adalah suatu nilai sosial positif bagi masyarakat Indonesia, karena dengan mudik berarti masyarakat masih menjunjung nilai silaturahmi antar keluarga. Dalam mudik khususnya menjelang lebaran saat ini, bukan hanya menjadi milik ummat muslim yang akan merayakan idul fitri 1444 H bersama keluarga namun telah menjadi milik “masyarakat Indonesia”, karena pada dasarnya bersilaturahmi adalah hakikat dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan semestaNya, antar manusia dan alam.

Buat semua yang hendak perjalanan Mudik. Hati-hatilah dengan semua barang bawaan anda. Jaga kesehatan dan keselamatan selama perjalanan dan selamat sampai tujuan, karena saudara dan handai taulan serta keluarga besar menantikan anda di rumah dan bahagia menyertai kita semua. Salam mudikers dari kami…..Selamat lebaran hari raya idul fitri 1444 H -  selamat merayakan mudik semuanya. Terima kasih.

- Seni Pertunjukan Pantomim Mudik yang secara konsisten selama 12 tahun di Indonesia -
Bandung, 16 April 2023

 

Etienne Decroux: Bapak Pantomim Modern Dunia




Pantomim - Mime adalah seni pertunjukan paling kuno di dunia dan sampai sekarang menarik orang dengan cara yang sangat mendalam dan intuitif. (Wanggi Hoed).

Seni Pantomim: Warisan Seni Pertunjukan Dunia





Hidup adalah sebuah siklus, dan pantomim sangat cocok untuk menunjukkan fluiditas, transformasi, dan metamorfosis. Kata-kata dapat memisahkan; pantomim bisa menjadi jembatan diantara mereka.
(Marcel Marceau).

Akhir tahun 2021, kali ini saya akan menuliskan mengenai seni pantomim yang tak pernah dibahas sebelumnya. Memang banyak yang belum dibahas, literasinya saja minim dan jarang di Indonesia. Di toko buku saja tidak ada buku tentang seni pantomim ini, selanjutnya senimannya sendiri yang harus aktif inisiatif mencari sendiri literasi atau bertanya pada seniman yang telah mendedikasikan hidupnya di seni sunyi ini, atau mencari-cari dari laman artikel di internet, atau juga telusuri amazon, disana banyak berjejer buku-buku seni pantomim dari para penulis dan senimannya langsung.

Kalau di Indonesia ada 2 buku yang ditulis oleh Dr. Drs. Nur Iswantara, M. Hum, beliau juga dosen di ISI Yogyakarta. Dua buku itu antara lain: Wajah Pantomim Indonesia terbit tahun 2007 dan Metode Pembelajaran Pantomim Indonesia terbit tahun 2019. Namun saya tidak akan bahas kedua buku tersebut, sebab tahun 2019 penulis sudah bertemu dan membedah bersama 2 buku itu bersama penulisnya. Jadi, lebih baik pembaca cari bukunya dan baca. 

Sebelumnya penulis ingin mengingatkan pembaca tentang pertanyaan sepele tapi berkesan, seperti; coba anda berimajinasi? Sudahkah anda bahagia? Atau sudahkah anda senyum hari ini? Ketiga pertanyaan di atas sudah tidak asing lagi kita dengar di lingkungan sekitar, bahkan dari tempat satu ke tempat lainnya.

Kapan terakhir kali anda mendengar pertanyaan tersebut? Mungkin kemarin, lusa, minggu yang lalu, atau beberapa bulan sebelumnya pembaca sudah dengar pertanyaan yang sama, itu lagi, itu lagi. Ya, semua itu terdengar berulang, tapi baik untuk kita telaah di lain waktu dan lain hal.

Disini saya tidak ingin membahas perihal definisi seni pantomime dan lainnya, lebih dari itu, pembaca akan mendapatkan sesuatu dari warisan seni pertunjukan ini. Warisan yang kadang berbeda sudut pandang, bayangan dan wujudnya. Namanya juga warisan, bebas kita interpretasikan sebab warisan itu bentuk peninggalan yang bernilai, bahkan ada pula warisan yang tak bernilai atau kelam yang diwariskan pewarisnya terdahulu, juga tak semua musti diwariskan toh.

Baiknya saya akan mulai dari apa yang saya ketahui, rasakan dan nikmati sepanjang proses berkesenian saya selama ini. Dari ruang pertemuan ke pertemuan, dari tongkrongan nyata ke tongkrongan virtual hingga nimbrung ke forum santai dan serius saya kunjungi dan hadiri, itu juga kalau ngga bentrok waktunya.

Oke, mari kita mulai.

Hari Pantomim Sedunia adalah Tanda Penghormatan dan Perayaan Marcel Marceau.

Ada yang sudah tahu Hari Pantomim Sedunia dirayakan? Nah! Disini saya akan bahas sekilas sejarahnya. Pada tahun 2004, Organisasi Pantomim Dunia (World Mime Organisation) atau disingkat WMO secara resmi terdaftar sebagai organisasi non-pemerintah dan nirlaba di Serbia. Gagasan Hari Pantomim Sedunia kembali dibahas oleh Marko dan Ofer yang bertahan hingga saat ini. Siapa Marko dan Ofer? Marko Stojanovic adalah Presiden, dan Ofer Blum sebagai Wakil Presiden World Mime Organisation.

Pada tahun 2007 Marcel Marceau meninggal, Ofer dan Marko kembali ke ide mendirikan Hari Pantomim Sedunia untuk merayakan hari ketika Marceau lahir, pada tanggal 22 Maret. Keduanya terus berkomunikasi untuk merealisasikan hari tersebut yang kini kita kenal World Mime Day.

Pada bulan April 2011, Jean Bernard Laclotte telah mengirim email ke Marko Stojanovic dengan ide yang sama dan konsep yang dikembangkan dari Journée Mondiale Du Mime bahwa ia ingin menandai hari ketika Marcel Marceau meninggal. Berkat inisiatif Jean tersebut, Journée Mondiale du Mime dirayakan di beberapa negara di seluruh dunia pada tanggal 22 September 2011 (tanggal dan tahun yang sama juga diperingati di Bandung, Indonesia) diinisiasi oleh seniman pantomim Wanggi Hoed setelah mendapatkan email dari Marko Stojanovic melalui email, saat itu saya masih kuliah di STSI Bandung.

WMO mengakui Journée Mondiale du Mime 2011 sebagai Hari Mime Dunia pertama yang dirayakan dan yang kedua diadakan pada 22 Maret 2012. Walaupun keduanya di bulan yang berbeda namun mempunyai nilai dan ruh yang sama untuk mendedikasikan dan penghormatan terhadap karya-karya Marcel Marceau selama hidupnya.

Hari Pantomim Sedunia di Indonesia pertama kali diperingati di Bandung oleh Mixi Imaji Mime Theatre tahun 2011 dan diinisiasi oleh penulis setiap tahunnya. Pada tahun 2017, penulis membaca pertumbuhan kesadaran akan peringatan ini yang dirayakan di beberapa tempat atau kota, salah satunya di Jakarta dan kota lainnya. Namun beberapa tempat inkonsisten dalam pelaksanaannya, mungkin waktu, teknis atau hilang (beralihnya) si seniman penggerak dari tempat atau daerah tersebut. Apalagi di kondisi pangebluk ini aktivitas berkarya dan berkesenian harus dibarengi strategi dan siasat tertentu.

Tahun 2020 Hari Pantomim Sedunia digelar secara online (Live Instagram) dan tahun 2021 secara hybrid (offline & online) disiarkan langsung dengan pertunjukan Pantomim. Kolaborasi itu bertempat di Perpustakaan Ajip Rosidi melalui youtube dan live instagram bersama dengan Kedai Jante, Tiga Nol Satu Studio dan seniman lintas disiplin (musik, tari dan dongeng).

Di Indonesia sendiri, tepatnya di Bandung, Hari Pantomim sedunia telah 10 tahun diperingati sejak 2011 melalui pertemuan baik di ruang terbuka atau tertutup, dari situ bisa tampak keberagaman lintas seni budaya dan generasi berbaur merayakan. Tiap tahunnya berbeda tempat, pendekatan dan tema perayaan bahkan yang hadir pun juga dari yang tak kenal dan baru kenalan dengan seni pantomim tepat di kegiatan yang dilangsungkan. Terjadi interaksi komunalitas. Nah, pertemuan semacam ini memang menjadi agenda rutin bagi Mixi Imaji Mime Theater tiap tahunnya, semacam rasa reuni tapi bukan reunian. Apa ya namanya? Ya, semacam pertemuan intim, dekat dan akrab.

Konferensi Pantomim Dunia 2021: Pantomim Warisan Seni Pertunjukan

Penulis beberapa minggu yang lalu, tepatnya hari senin 20 Desember 2021 turut hadir di Konferensi Pantomim Dunia 2021 atas undangan memail yang dikirim oleh Marko Stojanovic selaku Presiden World Mime OrganisationWorld Mime Conference (Konferensi Pantomim Dunia) telah digelar sejak tahun 2018, 2019 dan 2020. Kegiatan Konferensi tersebut tahun ini sekaligus merayakan 30 tahun pendidikan pantomim NAFTA (National Academy for Theatre and Film) Sofia, Bulgaria. Konferensi digelar melalui webinar zoom meeting yang dihadiri sekitar 22 peserta dari Eropa dan Asia. Kegiatan berlangsung mengikuti waktu Paris, Berlin, Belgrade, disana pukul 14.00 waktu setempat, di Indonesia pukul 20.15 WIB, konferensi berakhir pukul 23.35 WIB. Diikuti oleh seniman pantomim, akademisi, peneliti semuanya mendedikasikan pengetahuan dan keilmuannya pada seni pantomim sebagai seni warisan pertunjukan juga peradaban manusia dari era tanpa kata hingga perkembangan teknologi digital saat ini.


Beberapa peserta dalam pertemuan tersebut ada yang sudah sepuh, mereka berbagi pengalaman dan kerja keseniannya, kekaryaannya, ekosistem mime, penelitian-penelitian, pengarsipan digital juga pembacaan global serta masa depan pantomim pasca-pagebluk, hingga keberlanjutan hadirnya generasi pada seni ini termasuk juga di Indonesia dan beberapa negara di dunia yang juga menjadi bagian fokus pembicaraan dalam konferensi.

Jelas ini tidak mudah diremehkan, sekelas konferensi pantomim dunia ini adalah bukti otentik atas dedikasi para senimannya dalam mengamalkan pengetahuan dan keilmuannya tersebut. Walaupun dihadiri oleh perwakilan tiap negara atas undangan melalui email, setidaknya Indonesia telah diwakilkan oleh penulis dalam partisipasinya di konferensi tersebut yang dapat berbagi dan menjembatani informasi seni pantomim terkini.

Di Indonesia sendiri, beberapa bulan yang lalu sejak September hingga November 2021 diadakan pertemuan seniman pantomim Indonesia melalui webinar zoom meeting yang diberi nama Pantomeet Indonesia, semacam pertemuan seniman pantomim untuk berbagi perihal literasi, kerja-kerja kesenian, gagasan kekaryaan dan praktiknya, juga pembacaan pantomime dari sudut pandang lintas medium untuk melihat dan menelisik kembali seni pantomim sebelum kondisi pangebluk sekarang ini, bahkan pasca-pangebluk.

Gelombang riuh geliatnya seni pantomime di masa pangebluk ini juga mendorong munculnya pembentukan Asosiasi Dosen Pantomim Indonesia (ADPI), Pantomim Jawa Timur (Pijar), Pusat Studi Mime Wanggi Hoed dan mungkin masih ada lagi  lainnya yang penulis belum cek keberadaannya. Ini merupakan jembatan dari upaya baik untuk menjaga marwah ruh seni pantomim di Indonesia terhadap keberlanjutan literasi, edukasi, ekosistem dan generasi di masa depan.

Kehadiran ketiga inisiatif ini seharusnya disambut baik oleh seluruh seniman pantomim, pelaku seni pertunjukan bahkan institusi pendidikan formal-informal di Indonesia. Mengapa? Karena ketiganya adalah upaya untuk memfasilitasi dan mempertajam lagi ruang kinerja serta praktik kreativitas seni pertunjukan pantomim, hingga memiliki komitmen juga konsistensinya yang kontinyu. Selain itu didalamnya pun memiliki akar dan individu yang mumpuni dalam dedikasinya terhadap dunia seni pertunjukan (baca: pantomim-teater), baik secara personal maupun komunal di tempat atau wilayah masing-masing dan mampu mempertanggung-jawabkan akarya dan kerja seni budayanya serta memperluas jejaring baik untuk seni pantomim dan disiplin lainnya.

Penulis meyakini bahwa lahirnya semacam asosiasi atau apapun namanya yang nantinya mungkin mampu berintegritas dan bermitra dengan lintas disiplin lain, tak ayal hal itu untuk keberlanjutan juga estafet yang selama ini dihidupi dengan kerja-kerja kebudayaan dan ekosistem yang sedang mekar bersemi dalam seni pertunjukan pantomim khususnya, dan seni panggung di Indonesia umumnya. Ssebab seni pantomim itu melintasi bahasa, budaya dan benua juga entitas yang menyeimbangi keberagaman bangsa ini.

Bahwa seni pantomim sepatutnya mendapat tempat yang setara serupa bidang seni lainnya di negeri ini. Dan sudah tidak lagi dipandang atau dilihat sebagai seni hiburan semata dalam kacamata hiburan, bahwa seni ini merupakan bagian dari warisan seni yang harus dilestarikan dan dirawat, sebab ada rekam jejak sejarah yang lahir dan menyebar sampai hari ini, baik kemunculan komunitas maupun individu yang menghidupkan seni pantomim di beberapa tempat atau daerah di Indonesia, kelurahan, kecamatan, kabupaten bahkan yang terlihat di sosial media maupun yang terus bergerak ditempatnya, dengan mengawinkan dan mengangkat gagasan lokal jenius (kearifan lokal). Itu ialah salah satu daya tawar yang bersinergi dan berdaya. Nah, berbagai inisiatif itu semoga saja semakin memperkokoh masa depan seni pantomim di Indonesia, ya semoga saja. 

Yang Imajinasi dan Yang Ilusi

Seni pantomim tak jauh dari kata imajinasi dan pengertian imajinasi itu sendiri adalah kemampuan daya pikir dalam membayangkan atau menciptakan gambaran kejadian berdasarkan pengalaman atas kenyataan yang secara umum dialami.

Di dalam kajian ilmu psikologi, istilah imajinasi dipakai dalam membangun persepsi dari suatu benda yang sudah terlebih dahulu diberi persepsi pengertian. Imajinasi kerap menjadi variabel dalam berbagai studi. Khususnya dalam ilmu psikologi, imajinasi diteliti dan dikaitkan dengan tujuan hidup, kesejahteraan, dan kesehatan mental.

Ada studi baru dari Asosiasi Psychological Science, yang menguji kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui atau yang disebut juga metakognisi dalam fenomena kehidupan yang ada. Dengan imajinasi, kita dapat ‘melihat’ bagaimana hal-hal yang mungkin telah atau dateng di masa depan. Hal ini mungkin tidak mengejutkan, namun, imajinasi yang kuat dapat dikaitkan dengan kreativitas. Imajinasi sangat penting untuk mengatur kehidupan sehari-hari dan membentuk sebuah persepsi.

Joel Pearson salah satu peneliti studi dari Universitas New South Wales menyebutkan bahwa imajinasi mampu membayangkan sesuatu objek dan membuat skenario setelah membayangkan adalah salah satu kemampuan dasar yang memungkinkan kita untuk berhasil memikirkan dan merencanakan peristiwa masa depan. Sudah jelas, bahwa imajinasi memberikan kontribusi yang penting untuk fungsi sehari-hari kita. Ada beberapa kasus, ketika gambaran imajinasi yang sangat tidak masuk di akal, seperti kasus halusinasi visual. 

Lalu apa hubungannya imajinasi, ilusi dan kemunculan halusinasi yang penulis telusuri, ini berkaitan dengan terkontaminasinya imajinasi yang kadang bertolak dari persepsi imajinasi yang merupakan daya pikir dan kritis yang penulis sampaikan diawal tulisan, ini cukup banyak ditemui di beberapa pelaku seni pantomim dalam kekaryaannya terutama di Indonesia, bahkan lebih dominan bisa disebut ilusi dan omong kosong dalam kesehariannya. Mengapa demikian? Kita tengok kembali kata ilusi, menurut Webster Collegiate adalah sesuatu yang menipu atau menyesatkan intelektual; persepsi untuk sesuatu, yang ada sedemikian rupa untuk menimbulkan salah tafsir, dalam kasus ini terhadap penglihatan atau mata (optik). Berbeda dengan halusinasi dimana definisinya hadir atau muncul sebagai persepsi setelah melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, atau mencium sesuatu yang tidak benar-benar ada. Dan ini dapat dibuktikan dari penelitian studi Asosiasi Psychological Science.

Dan ketika kita kembali pada seni pantomim yang telah berusia tua ini, dapat dilihat bahwa seni pantomim merupakan salah satu warisan seni pertunjukan yang tak akan pernah hilang, yang didalamnya tumbuh subur dan mekar pada tubuh juga imajinasi sebagai penggerak kehidupan, kesadaran komunal dan jembatan ingatan di masyarakat yang memiliki nilai-nilai luhur kehidupan dalam perabadan manusia. Buster keaton seorang aktor, penulis dan sutradara film bisu seabad dengan Charlie Chaplin berpesan, "mereka mengatakan pantomim adalah seni yang hilang. Pantomim tidak pernah menjadi seni yang hilang dan tidak akan pernah hilang, karena itu terlalu alami untuk dilakukan."

Sampai disini penulis hanya berpesan; seni pantomim itu seni yang sunyi, heningnya mengakrabi tubuh, sepinya menyentuh riuh imaji, maka mendengarlah secukupnya, berimajinasilah secukupnya, baca dan perhatikan sekitarmu dan menulislah untuk sejarahmu sendiri. Pantomim Dimana-mana!

Bandung, 31 Desember 2021.

Wanggi Hoediyatno | Seniman Pantomim Indonesia berdomisili di Bandung.

Ilustrasi: Aploy, 2021.



Tulisan ini telah diterbitkan di platform Hanyawacana.com :
https://www.hanyawacana.com/2022/01/seni-pantomim-warisan-seni-pertunjukan.html